Kala liburku telah tiba
Kan ku ulangi perbuatan lama
Berkelana ke kotamu
Kota transit sebelum ke kampung halaman
Tuk sebentar mendekat kemudian menjauh lagi
Dulu kamu berkata…
“Tahu kenapa hujan lebih baik darimu? Karena sebelum datangnya, mendung memberi aba-aba. Dan rintiknya mengecil ketika reda. Hujan datang dan pergi dengan tanda. Tidak sepertimu yang melakukan semuanya tiba-tiba.”
Lalu ingin kubalas begini…
“Tahu kenapa disini disebut kota hujan? Karena hari yang cerah dapat berubah menjadi hujan seketika. Hujan dapat datang semaunya dan turun tiba-tiba. Memberi keterkejutan bagi yang tidak siap, mengagetkan bagi yang tidak berpengalaman”
Sayang tidak sempat
Ah betapa kamu benar
Aku memang lebih buruk dari hujan dikotamu
Yang sejak kuawali tanpa tanda
Semakin runyam
Yang pada akhirnya
Segala tanda, aba-aba, kata-kata
Telah mati secara alami
Hanya begini cara yang kupunya
Cara dengan tiba tiba
Bukan hanya kamu
Akupun juga akan terkejut bila kita bertemu
Disini dikotamu
Di kotamu aku akan menghabiskan waktu singkat
Menyusuri jalan-jalan
Melihat tempat-tempat yang mungkin kau lihat
Mendengar desis alam yang mungkin kau dengar
Merasakan suasana yang mungkin kau rasakan
Berjalan dan terus berjalan
“hei kau tahu? Berjalan dapat memperpanjang waktumu?”
Pikiranku memberitahuku aku yang sedang berjalan
Namun waktu tetaplah sosok yang rakus
Ia terus akan memakan masa tanpa pernah alpa
Waktuku habis
Aku harus pergi
Bus melaju kencang membawa tubuhku menjauh
Dengan jiwa yang masih berputar putar dikota itu
Yang masih memikirkan masa datang dan pertanyaan yang sama
“ Kamu dimana? ”
Lantas awan menuruni gunung
Mengumpulkan lebih banyak teman temannya
Bersekutu mewarna lebih banyak gelap
Lalu rintik air berjatuhan
Membasahi kaca tempat kepalaku bersandar
Memanggil tuk melagukan sajak Pak Sapardi…
[ Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucap
Diserap akar pohon bunga itu]
13-7-18
Tulisan oleh: Agung Nugroho, mahasiswa semester akhir IPB jurusan Proteksi Tanaman
Ilustrasi gambar: Vinka Agusta, mahasiswa semester akhir UKSW masih aktif di Redaksi SA
Puisi ini tentang seseorang dari kota dari lereng gunung Pangrango menempuh perjalanan ke kota bernama “De Scoonste Stad van Midden Java”. Disana ada kampus di lereng gunung merbabu. Kota mereka berdua sama sama kota hunian gubernur jendral rupanya. Si laki laki mencari sosok bara api dikota itu, hanya dia yang dia cari. Sayang tidak ketemu sebab waktunya sangat singkat. Sesingkat cinderella tapi dia batasnya ketika matahari tergelincir tepat ke tengah khatulistiwa. “Dia yang ingin mencari, tetapi tak mendapatkan ” meskipun tertulis di kitab “barang siapa mencari akan mendapatkan“.